Sabtu, 26 Juli 2008

Rendahnya Produktivitas Karena Kurangnya Penguasaan IPTEK


Salah satu sebab rendahnya produktifitas bangsa Indonesia adalah karena kurangnya menguasai IPTEK. Sebagai upaya meningkatkan IPTEK, dapat ditempuh melalui berbagai cara penciptaan etos kerja dan budaya kerja. Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Permukiman Propinsi Jawa Timur DR Ir. Eddy Indrayana saat membuka diseminasi dan evaluasi pemberlakuan UU Jasa Konstruksi dan standarisasi harga satuan bahan bangunan dalam rangka penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara di Batu, Malang, Jawa Timur.

Dengan semakin maraknya pembangunan di Jawa Timur khususnya dan Indonesia pada umumnya, diperlukan aparat dan pelaku pembangunan yang terampil sehingga produktivitas meningkat. Untuk itu perlu pula dilengkapi dengan piranti yang memadai, sehingga dalam pelaksanaan pembangunan dapat berjalan dengan baik, tambahnya.

Menurut Eddy, tantangan bangsa Indonesia memasuki abad ke 21 tidak semakin ringan, justru akan semakin berat. Tantangan yang dihadapi antara lain meningkatkan daya saing bangsa terhadap bangsa lain di era perdagangan bebas serta bagaimana memecahkan permasalahan ketenaga-kerjaan di negara kita dengan cara yang sebaik-baiknya.

Meningkatkan daya saing berarti meningkatkan produktivitas bagi kelompok tehnolog, sedangkan rendahnya produktifitas bangsa Indonesia sebagai suatu masalah sumber daya manusia.

Dalam rangka menunjang pembangunan di era globalisasi, perekonomian terbuka dan perdagangan bebas perlu mempersiapkan diri. Tidak hanya meningkatkan kualitas kemampuan dan profesionalisme tetapi juga menguasai tehnologi maju, meningkatkan etika moral dan disiplin dalam melaksanakan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

Eddy mengharapkan diseminasi dan evaluasi ini dapat dijadikan wadah pembinaan bagi para aparat, khususnya para pelaku pembangunan, agar tetap bisa eksis menghadapi tantangan. Ia mengajak membuka kembali cakrawala pandang terhadap berbagai tantangan di bidang jasa konstruksi yang mengalami pertumbuhan semakin pesat seiring dengan kebutuhan, namun ternyata belum diimbangi dengan peningkatan kemampuan pelaku pembangunan dan tatanan penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung negara yang maksimal.

Dalam diskusi terungkap beberapa permasalahan yang timbul di lapangan. Permasalahan tersebut antara lain diungkapkan Nurhadi, salah satu peserta dari Dinas Bangunan Kota Surabaya, menyangkut tenaga yang telah mempunyai sertifikat, yang belum menjamin hasil pekerjaanya.

Menjawab pertanyaan tersebut Kepala Pusat Pembinaan Konstruksi, Hinu Endrosayono, mengatakan dengan berlakunya Undang-Undang Jasa Konstruksi, diinginkan untuk menanamkan dan menumbuh kembangkan kebanggaan profesi. Seperti sering disampaikannya, bahwa di Indonesia ini belum dikembangkan mengenai kebanggaan profesi. Adakah keluarga menengah atas di Indonesia yang menyekolahkan anaknya di sekolah kejuruan, atau sekolah tukang? Tanyanya. Karena memang, apabila menyekolahkan anaknya di sekolah kejuruan, tidak akan jelas hari depannya. Yang utama adalah tidak bisa mendatangkan uang.

Mengenai sertifikat keahlian sebenarnya merupakan tanggung jawab Lembaga Pengembangan Jasa Kosntruksi (LPJK), karena itu sekarang ini kita berusaha mendorong agar LPJK bekerja bagus. Sehingga apabila tenaga sudah mempunyai sertifikat yang standard, maka mereka juga akan memperoleh pendapatan sesuai sertifikat yang mereka punyai, tambahnya.

Diseminasi ini diselenggarakan kerjasama antara Dinas Permukiman Propinsi Jatim dengan Bapekin. Sebagai nara sumber dari Bapekin dan Ditjen Permukiman Departemen Kimpraswil yang diikuti peserta dari Dinas Permukiman Propinsi Jatim, petugas Survey Harga Satuan Bahan Bangunan, Pimpro/Pimbagpro dari Instansi PMA, Asosiasi Profesi, Instansi terkait termasuk BPS. S

Tidak ada komentar: